MAKALAH
HUKUM INDUSTRI
“UNDANG-UNDANG
PERINDUSTRIAN DAN
UNDANG-UNDANG
NO. 5 TAHUN 1984”
Disusun
Oleh:
Nama/
NPM : 1. Desi Ayu
Kumalasari/ 31416833
2.
Firadella Ayudia Utami/ 32416849
3. Ihza Muzadi Khalis/ 38416223
4. Khafi Kurnia Razak/ 33416883
5. Rizky Agustian F/ 36416589
6. Muhammad Hisyam/ 34416904
Kelompok : 5 (Lima)
Kelas : 2ID05
LABORATORIUM
TEKNIK INDUSTRI DASAR
JURUSAN
TEKNIK INDUSTRI
FAKULTAS
TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS
GUNADARMA
DEPOK
2018
KATA
PENGANTAR
Dengan menyebut nama
Allah swt yang maha pengasih lagi maha penyayang, kami panjatkan puji syukur
atas kehadirat Allah swt, sebagaimana yang telah memeberikan rahmat, hidayah,
serta nikmat iman dan nikmat islam. Sehingga kami dapat menyelesaikan tugas
makalah Hukum Industri.
Dalam penyusunan
makalah Hukum Industri, tidak lupa kami menyampaikan ucapan terima kasih kepada
1.
Ibu Rizqi Intansari Nugrahani, Spsi, Msi
selaku dosen mata kuliah Hukum Industri atas kesempatan serta masukan ide dalam
penyusunan dan pembuatan makalah ini
2.
Teman-teman kelas 2ID05
atas informasi dan kerjasama dalam proses pembuatan makalah ini
Akhir kata kami berharap semoga
makalah Hukum Indsutri dapat memberikan manfaat bagi kita semua.
Depok, 24 Maret 2018
(Penulis)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tujuan
dari negara Indonesia itu pada hakekatnya untuk mewujudkan masyarakat adil
makmur yang merata. Guna mewujudkan cita-cita luhur bangsa Indonesia tersebut,
pemerintah melakukan beberapa kegiatan yang salah satunya untuk mendorong laju
perkembangan perekonomian nasional. Pertumbuhan laju industri merupakan andalan
pemerintah dalam upaya meningkatkan perekonomian Indonesia.
Perekonomian
di Indonesia tidak akan berkembang tanpa dukungan dari peningkatan
perindustrian sebagai salah satu sektor perekonomian yang sangat dominan di
zaman sekarang.
Karena
sebegitu pentingnya sektor industri ini bagi perekonomian Indonesia, maka sudah
tentu harus dibentuk satu aturan hukum yang berguna untuk mengatur regulasi di
wilayah sektor Industri ini.
Dalam perindustrian terdapat aturan dan
perundang-undangan yang menjadi pengatur di dalam perindustrian yaitu pada UU
no. 05 Tahun 1984 dimana,
Menurut UU RI No. 05 Tahun 1984 pasal 1, Perindustrian
adalah tatanan dan segala kegiatan yang bertalian dengan kegiatan industri.
Industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang
setengah jadi, dan/atau barang jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih
tinggi untuk penggunaannya, termasuk kegiatan rancang bangun dan perekayasaan
industri.
Menurut UU RI No. 05 Tahun
1984 pasal 2, Pembangunan industri berlandaskan demokrasi ekonomi, kepercayaan
pada kemampuan dan kekuatan diri sendiri, manfaat, dan kelestarian lingkungan
hidup.
1.2 Tujuan
1.
Mengetahui Undang-undang Perindustrian
2.
Mengetahui isi pasal-pasal pada UU No. 05 1984
3.
Mengetahui isi UU No 3
tahun 2014
BAB II
ISI
1.
UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 2014
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian yang baru ternyata mengamanatkan untuk dibentuknya suatu
lembaga
pembiayaan
industri sendiri yang
mandiri. Pembentukan lembaga pembiayaan
industri yang mandiri
yang dimaksudkan dalam Undang-Undang Nomor 3
Tahun 2014 adalah
pembentukan Bank
Industri. Undang-undang tentang perindustrian ini mengamanatkan pembentukan suatu Lembaga Pembiayaan
khusus atau
Bank
Industri
yang diatur dalam pasal
48
ayat 1, 2 dan
3. Undang-Undang
tentang Perindustrian ini tidak mengatur
lebih
khusus
mengenai bank yang khusus membiayai industri. Pembentukan Bank Industri ini
diharapkan dapat menjadi solusi atau jalan keluar dari pemerintah bagi kalangan dunia industri untuk mendapatkan
modal
dan pinjaman
jangka
menengah dan panjang bagi kegiatan industri di Indonesia. Satu hal positif dari Undang-Undang Perindustrian yang baru ini yaitu keberpihakan terhadap
industri kecil dan menengah yang dapat dilihat pada batang tubuh dimana terdapat
satu bab
khusus
yang mengatur
tentang
pemberdayaan industri khususnya industri kecil dan industri menengah. Aspek yang ingin dicapai
dengan pemberdayaan tersebut diantaranya adalah peningkatan daya saing
dan peningkatan kontribusi kecil dan menengah di perekonomian nasional
2.
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1984 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN
RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
A.
KETENTUAN UMUM.
Pasal
1
Dalam Undang-undang
ini yang dimaksud dengan:
1. Perindustrian adalah tatanan dan segala
kegiatan yang bertalian dengan kegiatan industri.
2. Industri
adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah
jadi, dan/atau barang jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk
penggunannya, termasuk kegiatan rancang bangun dan perekayasaan industri.
3. Kelompok
industri adalah bagian-bagian utama kegiatan industri, yakni kelompok industri
hulu atau juga disebut kelompok industri dasar, kelompok industri hilir, dan
kelompok industri kecil.
4. Cabang
industri adalah bagian suatu kelompok industri yang mempunyai ciri umum yang
sama dalam proses produksi.
5. Jenis
industri adalah bagian suatu cabang industri yang mempunyai ciri khusus yang
sama dan/atau hasilnya bersifat akhir dalam proses produksi.
6. Bidang
usaha industri adalah lapangan kegiatan yang bersangkutan dengan cabang
industri atau jenis industri.
7. Perusahaan
industri adalah badan usaha yang melakukan kegiatan di bidang usaha industri.
8. Bahan mentah adalah semua bahan yang didapat
dari sumber daya alam dan/atau yang diperoleh dari usaha manusia untuk
dimanfaatkan lebih lanjut.
9. Bahan
baku industri adalah bahan mentah yang diolah atau tidak diolah yang dapat
dimanfaatkan sebagai sarana produksi dalam industri.
10. Barang
setengah jadi adalah bahan mentah atau bahan baku yang telah mengalami satu
atau beberapa tahap proses industri yang dapat diproses lebih lanjut menjadi
barang jadi.
11. Barang
jadi adalah barang hasil industri yang sudah siap pakai untuk konsumsi akhir
ataupun siap pakai sebagai alat produksi.
12. Teknologi
industri adalah cara proses pengolahan yang diterapkan dalam industri.
13. Teknologi
yang tepat guna adalah teknologi yang tepat dan berguna bagi suatu proses untuk
menghasilkan nilai tambah.
14. Rancang
bangun industri adalah kegiatan industri yang berhubungan dengan perencanaan
pendirian industri/pabrik secara keseturuhan atau bagian-bagiannya.
15. Perekayasaan
industri adalah kegiatan industri yang berhubungan dengan perancangan dan pembuatan
mesin/peralatan pabrik dan peralatan industri lainnya.
16. Standar
industri adalah ketentuan-ketentuan terhadap hasil produksi industri yang di
satu segi menyangkut bentuk, ukuran, komposisi, mutu, dan lain-lain serta di
segi lain menyangkut cara mengolah, cara menggambar, cara menguji dan
lain-lain.
17. Standarisasi
industri adalah penyeragaman dan penerapan dari standar industri.
18. Tatanan industri adalah tertib susunan dan
pengaturan dalam arti seluas-luasnya bagi industri.
B.
LANDASAN DAN TUJUAN PEMBANGUNAN INDUSTRI.
Pasal
2
Pembangunan industri
berlandaskan demokrasi ekonomi, kepercayaan pada kemampuan dan kekuatan diri
sendiri, manfaat, dan kelestarian hngkungan hidup.
Pasal
3
Pembangunan industri
bertujuan untuk:
1. meningkatkan
kemakmuran dan keseiahteraan rakyat secara adil dan merata dengan memanfaatkan
dana, sumber daya alam, dan/atau hasil budidaya serta dengan memperhatikan
keseimbangan dan kelestarian lingkungan hidup;
2. meningkatkan
pertumbuhan ekonomi secara bertahap, mengubah struktur perekonomian ke arah
yang lebih baik, maju, sehat, dan lebih seimbang sebagai upaya untuk mewujudkan
dasar yang lebih kuat dan lebih luas bagi pertumbuhan ekonomi pada umumnya,
serta memberikan nitai tambah bagi pertumbuhan industri pada khususnya;
3. meningkatkan
kemampuan dan penguasaan serta mendorong terciptanya teknologi yang tepat guna
dan menumbuhkan kepercayaan terhadap kemampuan dunia usaha nasional;
4. meningkatkan
keikutsertaan masyarakat dan kemampuan golongan ekonomi lemah, termasuk
pengrajin agar berperan secara aktif dalam pembangunan industri;
5. memperluas dan memeratakan kesempatan kerja
dan kesempatan berusaha, serta meningkatkan peranan koperasi industri;
6. meningkatkan
penerimaan devisa melalui peningkatan ekspor hasil produksi nasional yang
bermutu, disamping penghematan devisa melalui pengutamaan pemakaian hasil
produksi dalam negeri, guna mengurangi ketergantungan kepada luar negeri;
7. mengembangkan
pusat-pusat pertumbuhan industri yang menunjang pembangunan daerah dalam rangka
pewujudan Wawasan Nusantara;
8. menunjang
dan memperkuat stabilitas nasional yang dinamis dalam rangka memperkokoh
ketahanan nasional.
C.
PEMBANGUNAN INDUSTRI.
Pasal
4
(1) Cabang
industri yang penting dan strategis bagi negara dan yang menguasai hajat hidup
orang banyak dikuasai oleh negara.
(2) Ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Pemerintah.
Pasal
5
(1) Pemerintah
menetapkan bidang usaha industri yang masuk dalam kelompok industri kecil,
termasuk industri yang menggunakan ketrampilan tradisional dan industri
penghasil benda seni, yang dapat diusahakan hanya oleh Warga Negara Republik
Indonesia.
(2) Pemerintah
menetapkan jenis-jenis industri yang khusus dicadangkan bagi kegiatan industii
kecil yang dilakukan oleh masyarakat pengusaha dari golongan ekonomi lemah.
(3) Ketentuan-ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Pemerintah.
Pasal
6
Pemerintah menetapkan
bidang usaha industri untuk penanaman modal, baik modal dalam negeri maupun
modal asing.
D.
PENGATURAN, PEMBINAAN, DAN PENGEMBANGAN INDUSTRI.
Pasal
7
Pemerintah melakukan
pengaturan, pembinaan, dan pengembangan terhadap industri, untuk:
1. mewujudkan
perkembangan industri yang lebih baik, secara sehat dan berhasil guna;
2. mengembangkan
persaingan yang baik dan sehat serta mencegah persaingan yang tidak jujur;
3. mencegah
pemusatan atau penguasaan industri oleh satu kelompok atau perorangan dalam
bentuk monopoli yang merugikan masyarakat.
Pasal
8
Pemerintah melakukan
pengaturan, pembinaan, dan pengembangan bidang usaha industri secara seimbang,
terpadu, dan terarah untuk memperkokoh struktur industri nasional pada setiap
tahap perkembangan industri.
Pasal
9
Pengaturan dan
pembinaan bidang usaha industri dilakukan dengan memperhatikan:
1. Penyebaran
dan pemerataan pembangunan industri dengan memanfaatkan sumber daya alam dan
manusia dengan mempergunakan proses industri dan teknologi yang tepat guna
untuk dapat tumbuh dan berkembang atas kemampuan dan kekuatan sendiri;
2. Penciptaan
iklim yang sehat bagi pertumbuhan industri dan pencegahan persaingan yang tidak
jujur antara perusahaan-perusahaan yang melakukan kegiatan industri, agar dapat
dihindarkan pemusatan atau penguasaan industri oleh satu kelompok atau
perorangan.dalam bentuk monopoli yang merugikan masyarakat;
3. Perlindungan yang wajar bagi industri dalam
negeri terhadap kegiatan-kegiatan industri dan perdagangan luar negeri yang
bertentangan dengan kepentingan nasional pada umumnya serta kepentingan
perkembangan industii dalam negeri pada khususnya;
4. Pencegahan
timbulnya kerusakan dan pencemaran terhadap lingkungan hidup, serta pengamanan
terhadap keseimbangan dan kelestarian sumber daya alam.
Pasal
10
Pemerintah melakukan
pembinaan dan pengembangan bagi:
1. keterkaitan
antara bidang-bidang usaha industri untuk meningkatkan nilai tambah serta
sumbangan yang lebih besar bagi pertumbuhan produksi nasional:
2. keterkaitan
antara bidang usaha industri dengan sektor-sektor bidang ekonomi lainnya yang
dapat meningkatkan nilai tambah serta sumbangan yang lebib besar bagi
pertumbuhan produksi nasional;
3. pertumbuhan
industri melalui prakarsa, peran serta, dan swadaya masyarakat.
Pasal
11
Pemerintah melakukan
pembinaan terhadap perusahaan-perusahaan industri dalam menyelenggarakan kerja
sama yang saling menguntungkan, dan mengusahakan peningkatan serta pengembangan
kerja sama tersebut.
Pasal
12
Untuk mendorong
pengembangan cabang-cabang industri dan jenis-jenis industri tertentu di dalam
negeri, Pemerintah dapat memberikan kemudahan dan/atau perlindungan yang
diperlukan.
E.
IZIN USAHA INDUSTRI.
Pasal
13
(1) Setiap
pendirian perusahaan industri baru maupun setiap perluasannya wajib memperoleh
Izin Usaha Industri.
(2) Pemberian
Izin Usaha Industri terkait dengan pengaturan, pembinaan dan pengembangan
industri.
(3) Kewajiban
memperoleh Izin Usaha Industri dapat dikecualikan bagi jenis industri tertentu
dalam kelompok industri kecil.
(4) Ketentuan
mengenai perizinan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat
(3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal
14
(1) Sesuai
dengan Izin Usaha Industri yang diperolehnya berdasarkan Pasal 13 ayat (1),
perusahaan industri wajib menyampaikan infonnasi industri secara berkala
mengenai kegiatan dan hasil produksinya kepada Pemerintah.
(2) Kewajiban
untuk menyampaikan informasi industri dapat dikecualikan bagi jenis industri
tertentu dalam kelompok industri kecil.
(3) Ketentuan
tentang bentuk, isi, dan tata cara penyampaian informasi industri sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal
15
(1) Sesuai
dengan Izin Usaha Industri yang diperolehnya berdasarkan Pasal 13 ayat (1), perusahaan
industri wajib melaksanakan upaya yang menyangkut keamanan dan keselamatan
alat, proses serta hasil produksinya termasuk pengangkutannya.
(2) Pemerintah
mengadakan pembinaan berupa bimbingan dan penyuluhan mengenai pelaksanaan upaya
yang menyangkut keamanan dan keselamatan alat, proses serta hasil produksi
industri termasuk pengangkutannya.
(3) Pemerintah
melakukan pengawasan dan pengendalian yang menyangkut keamanan dan keselamatan
alat, proses serta hasil produksi industri termasuk pengangkutannya.
(4) Tata cara
penyelenggaraan pengawasan dan pengendalian sebagaimana dimaksud dalam ayat (3)
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
F.
TEKNOLOGI INDUSTRI, DESAIN PRODUK INDUSTRI, RANCANG
BANGUN DANPEREKAYASAAN INDUSTRI, DAN STANDARDISASI.
Pasal
16
(1) Dalam
menjalankan dan/atau mengembangkan bidang usaha industri, perusahaan industri
menggunakan dan menciptakan teknologi industri yang tepat guna dengan
memanfaatkan perangkat yang tersedia dan telah dikembangkan di dalam negeri.
(2) Apabila
perangkat teknologi industri yang diperlukan tidak tersedia atau tidak cukup
tersedia di dalam negeri, Pemerintah membantu pemilihan perangkat teknologi
industri dari luar negeri yang diperlukan dan mengatur pengalihannya ke dalam
negeri.
(3) Pemilihan
dan pengalihan teknologi industri dari luar negeri yang bersifat strategis dan
diperlukan bagi pengembangan industri di dalam negeri, diatur lebih lanjut
dengan Peraturan Pemerintah,
Pasal
17
Desain produk
industri mendapat perlindungan hukum yang ketentuanketentuannya diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Pasal
18
Pemerintah mendorong
pengembangan kemampuan rancang bangun dan perekayasaan industri.
Pasal
19
Pemerintah menetapkan
standar untuk bahan baku dan barang hasil industri dengan tujuan untuk menjamin
mutu hasil industri serta untuk mencapai daya guna produksi.
G.
WILAYAH INDUSTRI.
Pasal 20
(1) Pemerintah dapat menetapkan
wilayah-wilayah pusat pertumbuhan industri serta lokasi bagi pembangunan
industri sesuai dengan tujuannya dalam rangka pewujudan Wawasan Nusantara.
(2) Ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Pemerintah.
H. INDUSTRI DALAM HUBUNGANNYA DENGAN
SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP.
Pasal
21
(1) Perusahaan
industri wajib melaksanakan upaya keseimbangan dan kelestarian sumber daya alam
serta pencegahan timbulnya kerusakan dan pencemaran terhadap lingkungan Hidup
akibat kegiatan industri yang dilakukannya.
(2) Pemerintah
mengadakan pengaturan dan pembinaan berupa bimbingan dan penyuluhan mengenai
pelaksanaan pencegahan kerusakan dan penanggulangan pencemaran terhadap
Ungkungan hidup akibat kegiatan industri.
(3) Kewajiban
melaksanakan upaya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dikecualikan bagi jenis
industri tertentu dalam kelompok industri kecil.
I.
PENYERAHAN KEWENANGAN DAN URUSAN TENTANG INDUSTRI
Pasal
22
Penyerahan kewenangan
tentang pengaturan, pembinaan, dan pengembangan terhadap industri, diatur lebih
lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal
23
Penyerahan urusan dan
penarikannya kembali mengenai bidang usaha industri tertentu dari Pemerintah
Pusat kepada Pemerintah Daerah dalam rangka pelaksanaan pembangunan daerah yang
nyata, dinamis, dan bertanggung jawab, ditakukan dengan Peraturan Pemerintah.
J.
KETENTUAN PIDANA
Pasal
24
(1) Barang
siapa dengan sengaja melakukan perbuatan yang bertentangan dengan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) dan Pasal 14 ayat (1) dipidana
penjara selama-lamanya 5 (lima) tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp.
25.000.000,- (dua puluh limajuta rupiah) dengan hukuman tambahan pencabutan
Izin Usaha Industrinya.
(2) Barang siapa
karena kelalaiannya melakukan perbuatan yang melanggar ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) dan Pasal 14 ayat (1) dipidana kurungan
selama-lamanya 1 (satu) tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 1.000.000,-
(satujuta rupiah) dengan hukuman tambahan pencabutan Izin Usaha Industrinya.
Pasal
25.
Barang siapa dengan
sengaja tanpa hak melakukan peniruan desain produk industri sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 17, dipidana penjara selama-lamanya 2 (dua) tahun atau
denda sebanyak-banyaknya Rp. 10.000.000,(sepuluh juta rupiah).
Pasal
26
Barang siapa dengan
sengaja melakukan perbuatan yang bertentangan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 19, dipidana penjara selama-lamanya 5 (lima) tahun atau denda
sebanyak-banyaknya Rp. 25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah) dengan hukuman
tambahan dicabut izin Usaha Industrinya.
Pasal
27
(1) Barang
siapa dengan sengaja melakukan perbuatan yang bertentangan dengan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) dipidana penjara selama-lamanya 10
(sepuluh) tahun dan/atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 100.000.000,- (seratus
juta rupiah).
(2) Barang siapa
karena kelalaiannya melakukan perbutan yang melanggar ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) dipidana kurungan selama-lamanya 1 (satu)
tahun dan/atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah).
Pasal
28
(1) Tindak
pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1), Pasal 25, Pasal 26, dan
Pasal 27 ayat (1) adalah kejahatan.
(2) Tindak
pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2), dan Pasal 27 ayat (2)
adalah pelanggaran.
K.
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal
29
Pada saat mulai
berlakunya Undang-undang ini, semua peraturan perundang-undangan yang
berhubungan dengan perindustrian yang tidak hertentangan dengan Undang-Undang
ini tetap berlaku selama belum ditetapkan penggantinya berdasarkan
Undang-Undang ini.
L.
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 30
Pada saat mulai
berlakunya Undang-Undang ini, (Staatsbiad 1934 Nomor 595) dinyatakan tidak
berlaku lagi bagi industri.
Pasal
31
Hal-hal yang belum
cukup diatur dalam Undang-Undang ini diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal
32
Undang-Undang ini
mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Diundangkan di Jakarta pada tanggal 29 Juni 1984.
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan
1. Undang-undang no 5 tahun 1984 merupakan
undang-undang yang mengatur perindustrian di Indonesia, jadi segala sesuatu ada
aturan dan cara untuk melakukanya, dengan adanya undang-undang maka
perindustrian di Indonesia semakin teratur dan lebih maju untuk kedepanya
2. Undang-Undang Nomor
3 Tahun 2014 adalah pembentukan
Bank
Industri. Undang-undang tentang perindustrian ini mengamanatkan pembentukan suatu Lembaga Pembiayaan
khusus atau
Bank
Industri
yang diatur dalam pasal
48
ayat 1, 2 dan
3.
Daftar
Pustaka
hukum.unsrat.ac.id/uu/uu_5_1984.htm
e-journal.uajy.ac.id/8896/2/1MIH02172.pdf
Link PowerPoint : https://www.slideshare.net/desiayu/ppt-kelompok-5-hukum-industri
0 komentar:
Posting Komentar