ILMU SOSIAL DASAR
PEDOFILIA DI KALANGAN MASYARAKAT
Disusun
Oleh :
Nama : Desi Ayu Kumalasari
NPM : 31416833
KELAS : 1ID05
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
JURUSAN TEKNIK INDUSTRI
2017
Ilmu Sosial Dasar
A. Latar
Belakang Masalah
Manusia merupakan makhul sosial sehingga manusia
tidak bisa hidup tanpa orang lain. Di dalam lingkungannya manusia hidup saling
membantu satu sama lain.
Ilmu sosial dasar merupakan salah satu ilmu
yang dipelajari sebagai bekal yang dapat diharapkan memberi pengetahuan umum
serta pengetahuan dasar mengenai konsep-konsep yang dikembangkan untuk
melengkapi gejala-gejala sosial yang terjadi di lingkungan nmasyarakat. Sehingga
manusia itu sendiri dapat lebih peduli tentang lingkungannya, serta dapat
menyelesaikan masalah sosial yang terjadi di lingkungannya.
Secara spesifik kemampuan pribadi yang hendak
dicapai melalui mata kuliah dasar umum bertujuan menghasilkan masyarakat Negara
sarjana yang berkualifikasi sebagai berikut :
1.
Taqwa
kepada Tuhan yang Maha Esa, bersikap dan bertindak sesuai dengan ajaran
agamanya, dan memiliki tanggang rasa terhadap pemeluk agama lain.
2.
Berjiwa
pancasila sehingga segala keputusan serta tindakannya mencerminkan nilai-nilai
pancasila dan memiliki integritas kepribadian yang tinggi, yang mendahulukan
kepentingan nasiona dibandingan dengan kepentingan diri sendiri.
3.
Memiliki
sejarah perjuangan bangsa, sehingga dapat memperkuat kebangsaan, mempertebal
rasa cinta kepada tanah air, meningkatkan kesadaran berbangsa dan bernegara,
mempertinggi kabanggan nasional dan kebangsaan sebagai sarjana nasional.
4.
Memiliki
wawasan komprehensif dan pendekatan integral di dalam menyikapi masalah
kehidupan, baik sosial, ekonomi, politik, pertahanan keamanan maupun
kebudayaan.
5.
Memiliki
wawasan budaya yang luas tentang kehidupan bermasyarakat dan secara
bersama-sama mampu berperan serta meningkatkan kualitasnya, maupun tentang
lingkungan alamiah serta bersama-sama berperan serta dalam pelestariannya.
B. Pengertian
Ilmu Sosial Dasar
Ilmu sosial merupakan sesuatu yang dipahami
sebagai suatu perbedaan namun tetap merupakan sebagai satu kesatuan – Peter Herman
Ilmu sosial terdiri dari disiplin ilmu
pengetahuan sosial yang bertaraf akademis dan umumnya dipelajari pada tingkat
perguruan tinggi – Achmad Sanusi
Ilmu sosial merupakan disiplin intelektual
yang mempelajari manusia sebagai makhluk sosial secara ilmiah, memusatkan pada
manusia sebagai bagian dari masyarakat dan kelompok atau masyarakat yang ia
bentuk - Gross
Ilmu sosial dasar merupakan salah satu ilmu
yang mencakup semua aspek di dalam kehidupan, mulai dari sifat seorang
individu, interaksi antar individu dan kelompok, dan interaksi anatara kelompok
yang satu dengan kelompok yang lainnya.
C. Tujuan
Ilmu Sosial Dasar
Dalam mempelajari
ilmu sosial dasar tentu memiliki tujuan yang sangat penting. Dalam tujuannya
tersebut, ilmu sosial dasar memiliki tujuan umum dan tujuan khusus, yaitu :
·
Tujuan umum
ilmu sosial dasar
Tujuan umum ilmu sosial dasar yaitu untuk membentuk dan mengembangkan
kepribadian serta perluasan wawasan perhatian, pengetahuan, dan pemikiran mengenai
berbagai gejala yang ada di dalam lingkungan masyarakatnya.
·
Tujuan
khusus ilmu sosial dasar
1.
Memahami
dan menyadari adanya kenyataan-kenyataan sosial dan masalah-masalah sosial yang
harus diseselesaikan di dalam lingkungan masyarakat sosial.
2.
Menyadari
adanya masalah sosial serta turut dalam penyeselesaian masalah sosial dan
penanggulangan masalah sosial tersebut.
3.
Memahami
bahwa setiap masalah sosial yang timbul di dalam lingkungan masyarakat selalu
bersifat kompleks.
D. Ruang
lingkup ilmu sosial dasar
Ruang
lingkup ilmu sosial dasar meliputi dua kelompok utama yaitu studi manusia dan
masyarakat, dan studi lembaga-lembaga sosial. Yang utama terdiri atas
psikologi, sosiologi, dan antropologi. Sedangkan yang kemudian terdiri atas
ekonomi dan politik.
Sasaran
studi ilmu sosial dasar adalah aspek-aspek yang paling dasar yang ada dalam
kehidupan manusia sebagai mahkluk sosial dan masalah-masalah yang terwujud.
Pedofilia di kalangan Masyarakat
Jaringan pedofilia terungkap Pemerintah hingga facebook diminta
turun tangan
Pihak Facebook juga
diharapkan secara aktif berkolaborasi dengan aparat hukum di Indonesia.
Misalnya dengan memberikan informasi tentang para pelaku kejahatan anak di
dalamnya. ICJR dan ECPAT juga minta Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban
(LPSK) untuk melindungi anak-anak yang menjadi korban kejahatan seksual orang
dewasa.Anak-anak yang menjadi korban itu harus mendapatkan rehabilitasi
psikologis agar tidak berujung pada trauma berkepanjangan dan pada akhirnya
juga menjadi pelaku kejahatan seksual di masa mendatang. Direktur Eksekutif
Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Supriyadi Widodo Eddyono juga
mendesak Kementarian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak serta Kementerian Sosial dalam rangka rehabilitasi itu
Banyaknya masalah ekonomi dan sosial yang
melanda Indonesia belakangan ini berdampak pada kompleksitas yang dihadapi oleh
anak Indonesia. Hal tersebut ditandai dengan makin maraknya anak yang mengalami
perlakuan yang salah, eksploitasi, tindak kekerasan, perdagangan terhadap anak,
dan lain lain. Faktanya menunjukkan berbagai pelanggaran terhadap anak di
Indonesia terus terjadi, bahkan sampai pada bentuk-bentuk pelanggaran yang
tidak dapat di toleransi oleh akal sehat.
Anak-anak sangat rentan untuk menjadi
korban dari berbagai jenis tindak pidana. Banyak anak yang menjadi sasaran
objek kepuasan dari pelaku tindak pidana. Kasus yang belakangan ini marak
terjadi pada anak-anak adalah sebagai korban dari pelaku tindak pidana
pedofilia. Kasus penyimpangan seksual terhadap anak di bawah umur ini menjadi
hal yang perlu ditangani secara serius agar anak-anak di bawah umur tidak
mengalami trauma psikis yang dapat mengganggu mental dan kepribadian anak-anak
tersebut.
Saat ini perlindungan hukum untuk
anak-anak sangatlah minim. Pelaksanaan dan perlindungan hukum tersebut pun
belum dilaksanakan secara baik dan maksimal. Terbukti dengan banyaknya kasus
pedofilia yang terjadi di Indonesia. Bahkan, belakangan ini jaringan pedofilia yang
bernama “Loly Candy” ini terungkap melalui jejaring sosial Facebook.
Praktek pedofilia akan mengakibatkan
dampak negative terhadap anak. Bukan hanya merusak melalui fisik saja,
melainkan dapat pula merusak anak melalui mental dan kejiwaan anak tersebut. Apalagi kebanyakan penderita pedofilia
disebabkan karena dirinya dahulu pernah mengalami hal yang sama dengan kata
lain pernah mengalami pelecehan seksual serupa pada masa kanak-kanak. Tindak pidana
terhadap pelaku pedofilia sangat merugikan korban dan masyarakat luas. Penderitaan
korban pedofilia tidak hanya secara fisik saja namun juga secara psikisnya
dapat terganggu. Oleh karena itu, korban pedofilia memerlukan perlindungan dan
perharian secara hukum.
Hukum di Indonesia yang menjerat pelaku
praktek pedofilia tidaklah setimpal dengan apa yang telah diperbuat dan
dilakukannya dengan resiko yang dapat merusak masa depan korban. Selain itu
perlindungan dari masyarakat terhadap korban pedofilia juga sangat kurang. Perhatian
masyakarat khususnya pada anak-anak pada masa sekarang ini lebih terarah pada
perilaku anak-anak yang melanggar peraturan hukum, pelaku kriminalitas yang
dilakukan oleh sang anak.
Perlindungan hukum kepada anak-anak
yang menjadi korban pedofilia pada dasarnya telah diupayakan dengan diberlakukannya
Undang-Undang Nomor 2 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang meliputi hak atas
kelangsungan hidup, hak untuk berkembang, hak untuk berpartisipasi dalam
kehidupan masyarakat tanpa diskriminasi. Artinya, setiap anak yang menjadi
korban pelecehan seksual atau pelaku pedofilia memiliki hak untuk mendapatkan
perlindungan hukum secara pasti sesuai dengan hak asasi manusia.
A. Pengertian Pedofilia
Pedofilia didefinisikan sebagai gangguan
kejiwaan pada orang dewasa atau remaja yang telah mulai dewasa (pribadi dengan
usia 16 tahun atau lebih tua) biasanya ditandai dengan suatu kepentingan
seksual primer atau eksklusif pada anak pra-puber (umumnya usia 13 tahun atau
lebih muda, walaupun pubertas dapat bervariasi)
Pedofilia adalah parafilia dimana seseorang
memiliki hubungan yang kuat dan berulang terhadap dorongan seksual dan fantasi
tentang anak-anak pra-puber dan dimana perasaan mereka memiliki salah satu
peran atau yang menyebabkan penderitaan atau kesulitan interpersonal.
Pedofilia adalah gangguan
seksual yang berupa nafsu seksual terhadap remaja atau anak-anak di bawah
usia 14 tahun. Orang yang mengidap pedofilia disebut pedofil. Seseorang bisa
dianggap pedofil jika usianya minimal 16 tahun.
Pedofilia adalah salah satu kelainan seksual yang termasuk
dalam kategori parafilia. Istilah parafilia pertama kali disebutkan oleh
seorang psikoterapi bernama Wilhelm Stekel dalam bukunya yang berjudul Sexual Aberation tahun 1925. Parafilia mengacu
pada sekelompok gangguan yang melibatkan ketertarikan seksual terhadap objek
yang tidak biasa atau aktivitas seksual yang tidak biasa. Parafilia adalah perasaan seksual atau
perilaku yang dapat melibatkan mitra seksual tanpa izin, atau yang melibatkan
penderitaan atau siksaan oleh satu atau dua pasangan.
Beberapa
kriteria yang termasuk pada pedofilia adalah :
1.
Minimal
6 bulan secara berulang, intens terhadap fantasi sensual, dorongan seksual atau
perilaku yang melibatkan aktivitas seksual terhadap anak pra-remaja atau
anak-anak (umumnya usia 13 tahun atau lebih muda).
2.
Seseorang
yang menuruti dorongan seksual dikarenakan faktor 5 tahun lebih tua atau usaha
untuk menghilangkan stress dan kesulitan pribadi pada dirinya.
3.
Orang tersebut
setidaknya 16 tahun atau bahkan 5 tahun lebh tua dari anak pra-remaja atau
anak-anak dalam tindakannya.
Secara umum pedofilia digunakan sebagai
istilah untuk menerangkan salah satu kelainan perkembangan psikoseksual
terhadap individu yang memiliki hasrat erotis abnormal terhadap anak-anak. Keintiman
seksual dicapai melalui manipulasi alat genital anak-anak atau melakukan
penetrasi penis sebagai atau keseluruhan terhadap alat genetal atau anal
genital. Perilaku seksual yang melibatkan anak-anak baik untuk tujuan memuaskan
hasrat diri sendiri maupun komersil, dapat memberikan pengaruh negatif bagi perkembangan
jiwa anak sehingga anak tersebut memiliki pandangan yang menyimpang mengenai
hal yang berhubungan dengan seks dikarenakan pengalaman yang dialaminya.
Pedofilia tidak hanya merujuk pada pelaku laki-laki, namun juga pada pelaku
perempuan. Pedofilia sebenarnya telah terjadi sebelum masa modern. Di Yunani fenomena
pedofilia dikenal sebagai bentuk penjantanan pada abad ke 6 Masehi. Penjantanan
ini dikaitkan dengan proses spiritual kepercayaan masyarakat Yunani pada masa
itu. Kemudian menjadi perdebatan antara proses spiritual dan praktik erotisme. Perilaku
orientasi seksual orang dewasa terhadap anak-anak dibawah umur dianggap wajar
oleh masyarakat yang memiliki kepercayaan adanya kekuatan supranatural di balik
perilaku tersebut. Praktik orang dewasa terhadap anak-anak disebut sebagai
proses penjantanan, yaitu hubungan erotis antara laki-laki dewasa dengan
anak-anak laki-laki di luar keluarga dekat. Terlepas dari penilaian benar
salahnya perilaku tersebut, karena adanya relativisme moral pada suatu budaya
dianggap wajar dan di suatu budaya lain dianggap tidak wajar. Begitu juga pada
suatu masa dianggap baik dan di masa yang berbeda dianggap kejahatan. Dua contoh
penjantanan tersebut menunjukan kesamaan, yaitu praktik seksual yang dilakukan
orang dewasa kepada anak-anak dibawah umur, dan adanya believe spiritualitas dalam bentuk erotisme.
Di antara kasus yang ada, pelaku pedofil
banyak yang sudah memiliki keluarga sebagai salah satu bentuk kamuflase yang
dilakukan untuk menutupi kelainan psikoseksualnya. Dengan memanfaatkan
kepolosan anak-anak, para pelaku pidana pedofilia mendekati korbannya dengan
menjadi teman atau pendamping yang baik bagi anak dan bahkan kebanyakan pedofil
bekerja di sebuah sekolah atau daerah lain yang melibatkan anak-anak sebagai
upaya untuk lebih dekat dengan calon korban. Selain itu, upaya lain untuk
memuaskan gairah seksualnyam adalah dengan membujuk anak-anak atau korban
dengan hal yang bias menarik perhatian sehingga ia mau menuruti apa yang
diinginkan oleh pelaku bahkan tidak jarang penderita pedofilia memaksa dengan
ancaman terhadap anak-anak di bawah umur untuk mendapatkan kesenangan seksual.
B. Macam-macam
Penyebab dan Dampak Pedofilia
Objek seksual pada pedofilia adalah anak-anak
di bawah umur. Pedofilia terdiri dari dua jenis, yaitu :
1.
Pedofilia
Homoseksual, yaitu objek seksualnya adalah anak laki-laki di bawah umur.
2.
Pedofilia
Heteroseksual, yaitu objek seksualnya adalah anak perempuan dibawah umur.
Pedofilia memiliki dua tipe yaitu, tipe
pertama adalah mereka yang memiliki perasaan tidak mampu secara seksual
khususnya apabila berhadapan dengan wanita dewasa. Tipe kedua adalah mereka
yang punya perhatian khusus terhadap alat vitalnya.
Penyebab pedofilia diantaranya :
1.
Hambatan
dalam perkembangan psikologis yang menyebabkan ketidakmampuan penderita menjalin
relasi heterososial dan homososial yang wajar.
2.
Kecenderungan
kepribadian antisosial yang ditandai dengan hambatan perkembangan pola seksual
yang matang disertai oleh hambatan perkembangan moral.
3.
Terdapat
kombinasi regresi, ketakutan impotent, serta rendahnya tatanan etika dan moral.
Perlu disadari juga bahwa kasus kekerasan
seksual terhadap anak identik dengan meningkatnya kasus pornografi terutama
melalui internet dan media sosial. Kebebasan dan kemudahan mengakses internet
mendukung meningkatnya kasus kekerasan terhadap seksual terhadap anak.
Adapun dampak dari kekerasan seksual terhadap
anak yaitu memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
1.
Tanda-tanda
perilaku.
·
Perubahan
mendadak para perilaku, yaitu dari bahagia ke depresi atau permusuhan, dari
bersahabat ke isolasi, atau dari komunikatif ke penuh rahasia.
·
Perilaku
ekstrim, yaitu perilaku yang secara komparatif leih agresif atau pasif dari
teman sebayanya atau dari perilaku dia sebelumnya.
·
Gangguan
tidur, yaitu takut pergi ke tempat tidur, sulit tidur atau terjaga dalam waktu
yang lama, dan mimpi buruk.
·
Perilaku
regresif, yaitu kembali ke perilaku awal anak tersebut, seperti mengompol,
menghisap jempol, dan sebagainya.
·
Perilaku
anti-sosial atau nakal, yaitu bermain api, mengganggu anak lain atau binatang,
dan tindakan-tindakan lain yang merusak.
·
Perilaku
menghindar, yaitu takut akan atau menghindar dari orang tertentu.
·
Perilaku
seksual yang tidak pantas, yaitu masturbasi berlebihan, berbahasa atau
bertingkah porno melebihi usianya, perilaku seduktif terhadap anak yang lebih
muda, dan menggambar porno.
·
Penyalahgunaan
alcohol atau obat terlarang lainnya.
·
Bentuk-bentuk
perlakuan salah terhadap diri sendiri, yaitu merusak diri sendiri, gangguan
makan, berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan beresiko tinggi, percobaan atau
melakukan bunuh diri.
2.
Tanda-tanda
kognisi
·
Tidak dapat
berkonsentrasi (sering melamun dan mengkhayal, focus perhatian terpecah)
·
Minat sekolah
memudar (menurunnya perhatian terhadap pekerjaan sekolah dibandingkan dengan
sebelumnya)
·
Respon reaksi
berlebihan (khususnya terhadap gerakan tiba-tiba dan orang lain dalam jarak
dekat)
3.
Tanda-tanda
sosial emosional
·
Rendahnya
kepercayaan diri (perasaan tidak berharga)
·
Menarik
diri (mengisolasi diri dari tema, lari ke dalam khayalan atau ke bentuk-bentuk
lain yang tidak berhubungan)
·
Depresi
tanpa penyebab yang jelas (perasaan tanpa harapan dan ketidakpercayaan, pikiran
dan pernyataan ingin bunuh diri)
·
Ketakutan
yang berlebihan (kecemasan, hilang kepercayaan terhadap orang lain)
·
Keterbatasan
perasaan (tidak dapat mencintai, tidak riang seperti sebelumnya atau
sebagaimana dialami oleh teman sebayanya)
Empat jenis dari efek trauma akibat kekerasan
seksual, yaitu :
1.
Pengkhianatan
Kepercayaan merupakan dasar utama bagi korban kekerasan seksual. Sebagai
anak individu percaya kepada orang tua dan kepercayaan itu dimengerti dan dipahami.
Namun, kepercayaan anak dan otoritas orang tua menjadi hal yang mengancam anak.
2.
Trauma secara
seksual
Perempuan yang mengalami kekerasan seksual cenderung menolak hubungan
seksual, dan sebagai konsekuensinya menjadi korban kekerasan seksual dalam
rumah tangga. Korban lebih memilih
pasangan sesama jenis karena menganggap laki-laki tidak dapat dipercaya
3.
Tidak berdaya
Rasa takut menembus kehidupan korban. Mimpi buruk, fobia, dan kecemasan
dialami oleh korban disertai dengan rasa sakit. Perasaan tidak berdaya mengakibatkan
individu merasa lemah. Korban merasa dirinya tidak mampu dan kurang efektif
dalam bekerja.
4.
Stigma
Korban
kekerasan seksual merasa bersalah, malu, memiliki gambaran diri yang buruk. Rasa
bersalah dan malu terbentuk akibat ketidakberdayaan dan merasa bahwa mereka
tidak memiliki kekuatan untuk mengontrol dirinya. Korban sering merasa berbeda
dengan orang lain, dan beberapa korban marah pada tubuhnya akibat penganiayaan
yang dialami. Korban lainnya menggunakan obat-obatan dan minuman alkohol untuk
menghukum tubuhnya, menumpulkan inderanya, atau berusaha menghindari memori
tersebut.
Selain
itu terdapat masalah besar menyangkut aspek sosial, psikologis, moral sebagai
akibat dari kasus pedofilia terutama pada anak sebagai korban. Efek kekerasan
seksual terhadap anak antara lain depresi, gangguan stress pasca trauma,
kegelisahan, kecenderungan untuk menjadi korban lebih lanjut pada saat dewasa
dan cedera fisik untuk anak di antara masalah lainnya. Khusus pelecehan seksual
yang dilakukan anggota keluarga sebagai bentuk inses dapat menghasilkan trauma
yang lebih serius dan trauma psikologis jangka panjang, terutama dalam kasus
inses orang tua.
C. Penyelesaian
Masalah
Penyimpangan seksual pedofilia yang marak
terjadi belakangan ini harus segera diatasi agar tidak jatuh banyak korban
sehingga masa depan anak bangsa lebih tertata. Selain dari pemerintah,
masyarakat, dan orang tua juga memiliki
peran dalam memberantas pedofilia di lingkungannya masing masing. Solusi untuk
memberantas pedofilia diantaranya :
1.
Pemerintah
harus memantau konten media yang beredar agar pornografi tidak begitu saja
tersebar secara luas.
2.
Para orang
tua harus lebih ketat dalam menjaga anaknya.
3.
Apabila
sang anak diberi gadget maka para orang tua harus mengawasi dalam penggunaannya
agar anak tidak membuka hal hal yang berbau kekerasan atau pornografi.
4.
Memberi
sanksi yang tegas terhadap pelaku pedofilia karena telah merugikan korban dan
masyarakat luas.
5.
Para orang
tua memberitahukan kepada sang anak daerah intim mana saja yang tidak boleh
diketahui oleh orang lain.
Daftar
Pustaka
Hartomo, H., dan Arnicum Aziz. 1993. MKDU Ilmu Sosial Dasar. Jakarta: Bumi
Aksara.
Januarius, Fabian. 2017. Jaringan pedofilia terungkap Pemerintah hingga facebook diminta
turun tangan. Jakarta: Kompas (18 Maret 2017).
Junaedi, Didi. 2016. Penyimpangan Seksual yang Dilarang Al-Quran. Jakarta: Alex Media
Komputindo.
Kartono, Kartini. 2009. Psikologi Abnormal dan Abnormalitas Seksual. Bandung: Mandar Maju
Lis, Siska. 2016. Kejahatan dan Penyimpangan Seksual. Bandung: Nuansa Aulia
0 komentar:
Posting Komentar